A. Kurikulum
Kurikulum menurut Hilda
Taba adalah:
“ a curriculum is a plan
for learning, therefore what is know about the learning process and the
development of individual has bearing on the shaping of the curriculum”. kurikulum
adalah suatu rencana belajar, oleh karena itu, konsep-konsep tentang belajar
dan perkembangan individu dapat mewarnai bentuk-bentuk kurikulum.
Kurikulum tidak hanya
terletak pada pelaksanaanya, tetapi pada keluasan cakupannya, terutama pada
isi, metode dan tujuannya, terutama tujuan jangka panjang, karena justeru
kurikulum terletak pada tujuannya yang umum dan jangka panjang itu, sedangkan
imlementasinya yang sempit termasuk pada pengajaran, yang keduanya harus
kontinue. Kurikulum merupakan pernyataan tentang tujuan-tujuan pendidikan yang
bersifat umum dan khusus dan materinya dipilih dan diorganisasikan berdasarkan
suatu pola tertentu untuk kepentingan belajar dan mengajar. Hilda Taba
berpendapat bahwa pada hakikatnya tiap kurikulum merupakan suatu cara untuk
mempersiapkan anak agar berpartisipasi sebagai anggota yang produktif dalam
masyarakatnya.
Berbeda dengan model
yang dikembangkan Tyler, model Taba lebih menitik beratkan kepada bagaimana
mengembangkan kurikulum sebagai suatau proses perbaikan dan penyempurnaan. Oleh
karena itu, dalam kurikulum ini dikembangkan tahapan-tahapan yang harus
dilakukan oleh para pengembang kurikulum. Model pengembangan ini lebih rinci
dan lebih sempurna jika dibandingkan dengan model pengembangan Tyler. Model
Taba merupakan modifikasi dari model Tyler. Modifikasi tersebut terutama
penekanannya pada pemusatan perhatian guru. Teori Taba mempercayai bahwa guru
merupakan faktor utama dalam pegembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum yang
dilakukan guru dan memposisikan guru sebagai inovator dalam pengembangan
kurikulum. Merupakan karakteristik dalam model pengembangan Taba.
Pengembang kurikulum
biasanya dilakukan secara deduktif yang dimulai dari langkah penentuan
prinsip-prinsip dan kebijakan dasar, merumuskan desain kurikulum, menyusun
unit-unit kurikulum, dan mengimplementasikan kurikulum didalam kelas. Perekayasaan
kurikulum secara tradisional dilakukan oleh suatu panitia yang dipilih. Panitia
ini bertugas:
1. Mempelajari
daerah-daerah fundasional dan mengembangkan rumusan kesepakatan fundasional.
2. Merumuskan
Desain kurikulum secara menyeluruh berdasarkan kesepakatan yang telah
dirumuskan.
3. Mengkonstruksi
unit-unit kurikulum sesuai dengan kerangka desain.
4. Melaksanakan
kurikulum pada tingkat atas.
Hilda Taba tidak
sependapat dengan langkah tersebut. Alasannya, pengembangan kurikulum secara
deduktif tidak dapat menciptakan pambaruan kurikulum. Oleh karena itu, menurut
Hilda Taba, sebaiknya kurikulum dikembangkan secara terbalik (inverted) yaitu
dengan pendekatan induktif. Taba percaya bahwa esensial proses deduktif ini
cenderung untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan inovasi kreatif, sebab
membatasi kemungkinan mengeksperimentasikan konsep-konsep baru kurikulum.Taba
menyatakan bahwa :
1. Bila
perubahan nilai dari mendesain ulang kerangka yang menyeluruh maka sebelumnya
harus ditetapkan lebih dahulu suatu pola yang akan dipelajari dan diuji.
2. Panitia
penyusunan kurikulum yang tradisional itu dapat mendukung rencana-rencana kurikulum
yang bermanfaat, bagian dari desain itu sendiri hanya atas dasar logika bukan
empirik.
3. Karena
mereka tidak melakukan pengujian secara empirik, kurikulum yang dihasilkan
cenderung merupakan skema / sket bagan yang sangat umum dan abstrak dan sedikit
membantu untuk melaksanakan praktek instruksional.
Ketiga masalah tersebut
menunjukkan efesiensi perekayasaan kurikulum yang tradisional dan kesenjangan
antara teori dan praktek. Suatu contoh adanya disfungsi dalam teori praktek
terdapat pada core kurikulum yang dirancang untuk mengajukan Integrasi isi /
materi, Hubungan dengan kebutuhan siswa. Jalannya praktek core tersebut
umumnya hanya merupakan reorganisasi administratif, block of time mata
ajaran-mata ajaran yang terpisah-pisah, dan dimana masalah-masalah kehidupan
terisolasi dari materi (content) yang valid. Bentuk core yang dilaksanakan
berdasarkan rekayasa deduktif menghasilkan pemisahan teori dan praktek. Taba
mengajukan pandangan yang berlawanan dengan urutan tradisional dengan
mengembangkan inverted model, yakni langkah awal dimulai dari perencanaan
unit-unit mengajar-belajar yang spesifik oleh para guru, bukan diawali dengan
desain kerangka (framework) yang umum.
Unit-unit tersebut diuji
/ dilaksanakan dalam kelas, yang ada pada gilirannya digunakan sebagai dasar
empirik untuk menentukan desain yang menyeluruh (overall design).
Keuntungan digunakannya inverted
sequence ini ialah :
1. Membantu
untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek karena produksi
unit-unit tadi mengkombinasikan kemampuan teoritik dan pengalaman praktis.
2. Kurikulum
yang terdiri dari unit-unit mengajar-belajar yang disiapkan oleh guru-guru
lebih mudah diintroduser ke sekolah, berarti lebih mudah dimengerti
dibandingkan dengan kurikulum yang umum dan abstrak yang dihasilkan oleh urutan
tradisional.
3. Kurikulum
yang terdiri dari kerangka umum dan unit-unit belajar-mengajar lebih
berpengaruh terhadap praktek kelas dibandingkan dengan kurikulum yang ada.
B. Ada
lima langkah pengembangan kurikulum model terbalik dari Taba, yaitu
A. Membuat
unit-unit eksperimen bersama dengan guru-guru :
Dalam kegiatan ini perlu
mempersiapkan 1. Perencanaan berdasarkan pada teori-teori yang kuat, dan 2.
Eksperimen harus dilakukan di dalam kelas dengan menghasilkan data yang empiric
dan teruji. Unit –unit eksperimen ini harus dirancang melaui tahapan-tahapan
sebagai berikut:
· Mendiagnosis
kebutuhan. Pada langkah ini, pengembangan kurikulum dimulai
dengan menentukan kebuttuhan-kebutuhan siswa melalui diagnosis tentang
berbagai kekurangan (deficiencies), dan perbedaan latar belakang siswa.
Tenaga pengajar mengidentifikasi masalah-masalah, kondisi, kesulitan serta
kebutuhan-kebutuhan siswa dalam suatu proses pengajaran. Lingkup diagnosis
tergantung pada latar belakang program yang akan direvisi, termasuk didalamnya
tujuan konteks dimana program tersebut
difungsikan.
· Merumuskan
tujuan khusus. Setelah kebuttuhan-kebutuhan siswa didiagnosis, selanjutnya
para pengembang kurikulum merumuskan tujuan. Rumusan tujuan akan meliputi:
- Konsep
atau gagasan yang akan dipelajari
- Sikap,
kepekaan dan perasaan yang akan dikembangkan
- Cara
befikir untuk memperkuat,
- Kebiasaan
dan keterampilan yang akan dikuasai
· Memilih
isi. Pemilihan isi kurikulum sesuai dengan tujuan meerupakan langkah
berikutnya. Pemilihan isi bukan saja didasarkan pada tujuan yang harus dicapai
sesuai dengan langkah kedua, akan tetapi juga harus mempertimbangkan segi
validitas dan kebermaknaannya untuk siswa.
· Mengorganisasi
isi. Melalui penyeleksian, selanjutnya isi kurikulum yang telah ditentukan
itu disusun urutannya, sehingga tampak pada tingkat atau kelas berapa sebaiknya
kurikulum itu diberikan.
· Memilih
pengalaman belajar. Pada tahap ini ditentukan pengalaman-pengalaman
belajar yag harus dimiliki siswa untuk mencapai tujuan kurikulum.
· Mengorganisasi
pengalaman belajar. Guru selanjutnya menentukan bagaimana mengemas
pengalaman-pengalaman belajar yang telah ditentukan itu kedalam paket-paket
kegiatan itu, siswa diajak serta, agar mereka memiliki tanggung jawab dalam
melaksanakan kegiatan belajar.
· Menentukan
alat evaluasi dan prosedur yang harus dilakukan siswa.Peda penentuan alat
evaluasi guru dapat menyeleksi berbagai teknik yang dapat dilakukan untuk
menilai prestasi siswa, apakah siswa sudah mencapai tujuan atau belum.
· Menguji
keseimbangan isi kurikulum. Pengujian ini perlu dilakukan untuk melihat
kesesuaian antara isi, pengalaman belajar, dan tipe-tipe belajar siswa.
B. Menguji
unit eksperimen
Unit yang sudah sudah
dihasilkan pada langkah yang pertama harus diujicobakan pada berbagai situasi
dan kondisi belajar. Pengujian dilakukan untuk mengetahui tigkat validitas dan
kepraktisan sehingga dapat menghimpun data sebagai penyempurnaan.
C. Mengadakan
revisi dan konsolidasi
Setelah langkah
pengujian, maka langkah selanjutnya melakukan revisi dan konsolidasi. Perbaikan
dan penyempurnaan dilakukan pada data yang dihimpun sebelumnya. Selain
dilakukan perbaikan dan penyempurnaan dilakukan juga konsolidasi yaitu
penarikan kesimpulan hal-hal yang umum dan tentang konsistensi teori-teori yang
digunakan. Langkah ini dilakukan secara bersana-sama dengan coordinator
kurikulum maupun ahli kurikulum. produk dari langkah ini adalah berupa teaching
learning unit yang telah diuji dilapangan. Pada langkah ini dilakukan
pula penarikan kesimpulan (konsolidasi) tentang konsistensi teori yang
digunakan. Langkah ini dilakukan bersama oleh koordinator kurikulum dan ahli
kurikulum. Bila hasilnya sudah memadai, maka unit-unit tersebut dapat
disebarkan dalam lingkup yang lebih luas.
D. Pengembangan
keseluruhan kerangka kurikulum (developing a frame work)
Apabila dalam kegiatan
penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sifatnya yang lebih menyeluruh
atau berlaku lebih luas, hal itu harus dikaji oleh para ahli kurikulum.
Ada beberapa pertanyaan
yang harus dijawab dalam langkah ini.
- Apakah
lingkup isi telah memadai
- Apakah
isi telah tersusun secara logis
- Apakah
pemebelajaran telah memberikan peluang terhadap pengembangan intelektual,
keterampilan dan sikap
- Dan
apakah konsep dasar telah terakomodasi
Perkembangan yang
dipergunakan untuk melakukan kegiatan yang berdasarkan pada
pertanyaan-pertanyaan apa isi unit-unit yang disusun secara berurutan itu telah
berimbang ke dalamnya dan keluasannya, dan apakah pengalaman belajar telah
memungkinkan belajarnya kemampuan intelektual dan emosional. Pengembangan ini
dilakukan oleh ahli kurikulum dan para professional kurikulum lainnya. Produk
dari langkah-langkah ini adalah dokumen kurikulum yang siap untuk
diimplementasikan dan didesiminasikan.
E. Implementasi
dan desiminasi
Dalam langkah ini
dilakukan penerapan dan penyebarluasan program ke daerah dan sekolah-sekolah
dan dilakukan pendataan tetang kesulitan serta permasalahan yang dihadapi
guru-guru di lapangan. Oleh karena itu perlu diperhatikan tentang persiapan
dilapangan yang berkaitan dengan aspek-aspek penerapan kurikulum. Pengembangan
kurikulum realitas dengan pelaksanaannya, yaitu melalui pengujian terlebih
dahulu oleh staf pengajar yang profesional. Dengan demikian, model ini
benar-benar memadukan teori dan praktek.
Tanggung jawab tahap ini
dibebankan pada administrator sekolah. Penerapan kurikulum merupakan tahap yang
ditempuh dalam kegiatan pengembangan kurikulum. Pada tahap ini harus
diperhatikan berbagai masalah : seperti kesiapan tenaga pengajar untuk
melaksanakan kurikulum di kelasnya, penyediaan fasilitas pendukung yang
memadai, alat atau bahan yang diperlukan dan biaya yang tersedia, semuanya
perlu mendapat perhatian dalam penerapan kurikulum agar tercapai hasil optimal.
C. CIRI
KHAS MODEL HILDA TABA
Hilda Taba mengembangkan
model atas dasar data induktif sehingga dikenal dengan model terbalik.
Dikatakan model terbalik karena pengembangan kurikulumnya tidak didahului oleh
konsep-konsep yang datangnya secara deduktif. Dalam kurikulum Hilda Taba
sebelum melaksanakan langkah-langkah lebih lanjut, terlebih dahulu mencari data
dari lapangan dengan cara mengadakan percobaan yang kemudian disusun teori
atas dasar hasil nyata, baru diadakan pelaksanaan.
Model Taba sebagai model
pembelajaran secara induktif yang terdiri atas langkah-langkah terstruktur yang
dibagi menjadi tujuh fase. Guru menjadi motor penggerak untuk
menjangkau fase demi fase melalui pertanyaan-pertanyaan yangdiajukan kepada siswa secara sambung-menyambung.
Tujuan utama model iniadalah pengembangan keterampilan berpikir kritis
siswa di samping penguasaan secara
tuntas topik yang dibicarakan. Model Taba berorientasi pada pendekatan proses.
DAFTAR PUSTAKA :
Asfari Rifai, Soekirno,
Soedarminto Materi Pokok Pengembangan Kurikulum dan Bahan Belajar I; 1-9
PMAK8160/3 SKS, Jakarta, Universitas Terbuka, 1999, Cet. 3, H. 3.
http:// MotipastiBlog.blogspot.com/
http:// rifda-aither.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar